JAMBI, – Tepat di hari peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2025, sebuah kado istimewa lahir untuk bangsa. Samudra Inspirasi Ruhiologi (SIR), sebuah lembaga yang digagas langsung oleh Prof. Iskandar Nazari, resmi diluncurkan sebagai tonggak aksi nyata untuk membumikan gagasan Ruhiologi. Lebih dari sekadar perayaan, peluncuran ini adalah sebuah deklarasi bahwa kemerdekaan sejati harus diisi dengan restorasi jiwa dan pembentukan karakter bangsa.
Dari Konsep Menjadi Gerakan Nyata
Selama ini, Ruhiologi dikenal sebagai konsep akademis yang menempatkan “ruh” sebagai fondasi utama kecerdasan dan peradaban. Kini, Prof. Iskandar Nazari, Guru Besar Psikologi Pendidikan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, menjawab tantangan zaman dengan menjadikan gagasannya hidup. SIR didirikan untuk menerjemahkan filosofi Ruhiologi menjadi program-program konkret yang dapat diakses oleh semua kalangan.
“Kami hadir untuk menawarkan sebuah solusi: Ruhiologi Kharismatik,” ujar Prof. Iskandar. “Ini adalah jawaban atas pertanyaan, ‘Apakah kita sudah merdeka secara batin? Apakah pemimpin kita memiliki hati yang utuh?’”
The Power of Ruhiologi Kharismatik: Magnetisme dari Kedalaman Jiwa
Ruhiologi Kharismatik adalah sebuah konsep revolusioner yang dikembangkan oleh Prof. Iskandar. Kharismatik, yang sering dipahami sebagai daya tarik atau pengaruh dari luar, didefinisikan ulang sebagai kekuatan yang berpusat pada kedalaman jiwa.
Menurutnya, kharismatik sejati adalah hasil dari penyatuan sebelas nilai dasar yang saling terhubung erat:
Ketuhanan: Keyakinan pada Sang Pencipta sebagai sumber kekuatan dan tujuan akhir.
Hati: Pusat kebijaksanaan, empati, dan keikhlasan.
Akal: Kemampuan berpikir logis, kreatif, dan strategis.
Ruhiologi: Pemahaman akan pentingnya jiwa sebagai inti keberadaan.
Iman: Pondasi keyakinan yang menggerakkan seluruh perbuatan.
Spritualitas: Kedekatan dan hubungan batin dengan Tuhan.
Manusia: Kesadaran akan peran sebagai khalifah dan kepedulian terhadap sesama.
Akhlak: Perilaku mulia yang menjadi cerminan iman.
Teknologi: Alat untuk memajukan peradaban, bukan tujuan itu sendiri.
Ikhlas: Ketulusan dalam setiap tindakan, tanpa mengharapkan imbalan.
Kerja: Dedikasi dan pengabdian yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Seluruh nilai ini bersinergi untuk menciptakan pemimpin yang memiliki integritas dan hati yang terhubung dengan cahaya Ilahi. Proses ini bukanlah hal yang abstrak, melainkan sebuah metode praktis yang berlandaskan pada perintah pertama dalam Al-Qur’an: “Iqra’ Bismirabbik” (Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu).
Pendekatan ini mengarahkan manusia untuk melakukan konsentrasi dan kontemplasi secara mendalam. Konsentrasi berfungsi memfokuskan akal dan hati dalam proses pencarian ilmu melalui pola ilmiah. Sementara itu, kontemplasi adalah proses merenung yang mengarah pada keterhubungan dengan Ilahi. Melalui proses inilah, empat pilar kecerdasan (IQ, EQ, SQ, dan AI-Q) akan terhubung langsung dengan nilai-nilai ilahiyah.
Puncaknya, Ruhiologi akan memfasilitasi menyatunya God Spot (titik spiritual yang fitrah dalam diri setiap manusia) dengan God Light (cahaya petunjuk dari Tuhan). Inilah kondisi tertinggi di mana seluruh potensi diri selaras dengan kehendak-Nya, menghasilkan individu yang cerdas, berakhlak, dan penuh kharismatik sejati.
Sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional
Gagasan Ruhiologi hadir sebagai pendukung kuat bagi kebijakan pendidikan nasional, terutama Pendekatan Deep Learning dan Kurikulum Cinta. Ruhiologi menyediakan fondasi spiritual dan karakter yang dibutuhkan agar proses belajar tidak hanya menghasilkan kecerdasan kognitif, tetapi juga pemahaman mendalam yang utuh dan hati yang penuh kasih. Sinergi ini akan memastikan pendidikan nasional bergerak ke arah yang lebih utuh dan substansial.
Didukung Penuh Tokoh dan Guru Besar Pendidikan Nasional
Konsep ini telah mendapatkan sambutan hangat dari puluhan rektor, profesor, akademisi, dan praktisi pendidikan yang melihatnya sebagai solusi. Beberapa testimoni kunci menegaskan pentingnya Ruhiologi:
“Kami merasa terjadi krisis dalam pendidikan kita. Ruhiologi memberikan peluang untuk mengatasi krisis spiritualitas tersebut.”
— Prof. Amin Abdullah, Filosuf dan Rektor UIN Yogyakarta
“Saatnya pendidikan kita bergeser fokus dari neurologi ke Ruhiologi.”
— Prof. Imam Suprayo, Tokoh Pendidikan Nasional dan Rektor UIN Malang
“Ruhiologi merupakan inovasi penting dalam pendidikan karakter bangsa.”
— Prof. Fasli Jalal, Wakil Menteri Pendidikan Nasional dan Rektor Universitas YARSI
Dukungan masif dari para tokoh terkemuka ini membuktikan bahwa gagasan ini tidak hanya relevan, tetapi sangat dibutuhkan untuk membawa pendidikan nasional ke arah yang lebih utuh dan bermartabat.
Mengukuhkan Jejak Prof. Iskandar: CEO Samudra Inspirasi Ruhiologi
Sebagai CEO SIR, Prof. Iskandar Nazari menegaskan bahwa lembaga ini akan menjadi mercusuar yang memancarkan inspirasi ke seluruh penjuru negeri. Ia berkomitmen untuk memastikan bahwa ruh bangsa tetap hidup dan berdaulat, sebagai kado paling berharga di usia 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. (*)
Editor : Tiwi Supiah