HERWAN SALEH*
Elit mulai menemukan pola baru dalam menggeser money politic, dari lapak rakyat kembali ke pangkuan elit sendiri.
Cukup dengan presiden partai-partai dan sekjennya bersama kolega kongkow di meja kopi. Bersepakat mengusung calon kepala daerah melawan kotak kosong, pada musim Pilkada.
Dengan begitu tertutup sudah peluang “dosa besar” rakyat untuk mendapat uang sogok Pilkada dari kandidat. Tidak ada lagi “wani piro”, karena calonnya cuma sepasang. Tidak ada money politic, karena calon tidak ada lawan.
Elit di pusat dapat menentukan tarif mahar kepada siapa mau jadi kepala daerah. Tinggal antar elit saja yang bagi-bagi “wani piro”.
Wacana untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah, dari pemilihan langsung menjadi dipilih oleh DPRD, karena motif untuk menghilangkan masalah fenomena money politic akhirnya mulai sunyi.
Gelagat Pilkada di penjuru negeri diseting lawan kotak kosong, meningkat. Walau sampai hari ini masih belum memasuki masa pendaftaran calon kepala daerah di masing-masing KPU provinsi dan kabupaten/kota, namun diprediksi pasangan calon yang akan melawan kotak kosong akan bertambah.
Pilkada DKJ (Daerah Khusus Jakarta) potensial lawan kotak kosong. Ridwan Kamil – Suswono dideklarasi oleh 12 partai, menyisahkan PDIP yang tidak cukup kursi untuk mengusung pasangan calon.
Pilkada Bengkulu Utara Tahun 2020 sudah kotak kosong, sekarang diprediksi akan terulang kembali.
Ungkapan yang cocok atas fenomena ini, seperti yang viral di Medsos; ini parah ini parah.(**)
*Kandidat Doktor Fisip Universitas Muhammadiyah Malang/ LHKP PWM Bengkulu