Oleh:
Agustam Rachman, SH, MAPS, Makhfud, SH, MH dkk
(Tim Hukum Helmi-Mian & Elva-Rizal)
SETELAH cukup lama publik menunggu, akhirnya hari ini (14-11-2024) MK membacakan Putusan nomor 129/PUU-XXII/2024. Tidak hanya publik Bengkulu tapi juga masyarakat Indonesia secara umum yang peduli pada demokrasi yang bersih, jujur, sehat dan adil.
Beberapa kolega kami di Lampung Selatan dan Kutai Kartanegara Kalimantan Timur juga kerap menghubungi kami terkait perkara ini. Wajar saja publik ingin tahu sebab pasca-terbitnya Peraturan KPU nomor 8/2024 khususnya pasal 19 huruf e yang menghitung masa jabatan Kepala Daerah dihitung sejak pelantikan.
Pasal 19 huruf e itulah yang kemudian dijadikan dasar bagi orang-orang yang bernafsu berkuasa 3 periode untuk maju lagi pada Pilkada serentak tahun 2024 ini.
Sebut saja misalnya Edi Damansyah yang juga sebagai Pemohon Perkara nomor 2/2023 di MK dan lewat putusan MK nomor 2/2023 sudah dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk maju pada Pilkada 2024 karena MK menolak permohonan Edi Damansyah untuk maju lagi dalam Pilkada serentak 2024.
MK menghitung masa jabatan Edi Damansyah sebagai Plt Bupati Kutai Kartanegara sebagai periode masa jabatan yang telah dijalani. MK menyatakan bahwa Edi Damansyah sudah menjabat 2 periode.
APA SUBSTANSI PUTUSAN MK HARI INI?
Dalam Putusan MK hari ini MK MENOLAK memaknai cara penghitungan dua kali masa jabatan Kepala Daerah yang diatur dalam pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) diajukan Kuasa Hukum Helmi-Mian dan Elva-Makrizal.
Karena MK sudah pernah memberikan tafsir yang jelas mengenai makna “masa jabatan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf n dalam putusan Nomor 67/PUU-XVIII/2020 dan Putusan nomor 2/PUU-XXI/2023 yaitu : “Kata Menjabat adalah masa jabatan yang dihitung satu periode yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari masa jabatan Kepala Daerah masa jabatan setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan masa jabatan yang telah dijalani tersebut baik yang menjabat secara definitif atau penjabat sementara”. (lihat halaman 67 Putusan MK nomor 129/2024).
Lalu Apa Inti Putusan?
Putusan MK nomor 129/PUU-XXII/2024 yang dibacakan MK tadi menyempurnakan 3 putusan MK sebelumnya yaitu Putusan MK Nomor 22/2009, nomor 67/2020 dan nomor 2/2023.
Untuk diketahui bahwa gugatan Pengujian Undang-Undang yang kami ajukan ke MK intinya meminta MK memberi tafsir cara menghitung masa jabatan Penjabat Kepala Daerah (baca: Pelaksana Tugas atau Plt)
Dalam pertimbangan hukum putusan MK nomor 129/2024 tadi menegaskan bahwa penghitungan masa jabatan penjabat sementara (Plt) dihitung sejak menjalani masa jabatan secara nyata (riil dan faktual) bukan dihitung sejak pelantikan. (lihat halaman 68 putusan tersebut).
Pertimbangan hukum MK diatas menjadikan batal demi hukum (null and void) Pasal 19 hurup e PKPU 8/2024 yang menyatakan penghitungan masa jabatan Plt sejak pelantikan.
Mahkamah juga menegaskan bahwa pertimbangan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari amar putusan (lihat halaman 67 putusan tersebut).
Pasal 19 huruf e itu sudah kehilangan basis yuridisnya. Sementara kita tahu Pasal 19 huruf e PKPU 8/2024. Inilah sumber masalah besar yang mengancam demokrasi kita.
Dengan demikian Pasangan Calon seperti Edi Damansyah, Gusnan Mulyadi atau orang semacam Rohidin Mersyah yang menurut 3 Putusan MK di atas sudah menjabat 2 periode tapi diloloskan oleh KPU secara melawan hukum supaya bisa maju untuk periode ke-3 juga menjadi otomatis batal demi hukum (null and void).
Berapa pun perolehan suara Edi Damansyah, Rohidin Mersyah dan Gusnan Mulyadi maka akan dibatalkan MK jika terjadi sengketa hasil.
Mereka dihadapkan pada dua pilihan yaitu dihukum rakyat tanggal 27 November nanti, rakyat muak karena mereka serakah, mempermainkan hukum dan minim prestasi selama menjabat atau mereka dihukum oleh MK dengan sanksi pembatalan sebagai Paslon.(*)