Kebohongan Demi Kebohongan

- Redaksi

Sabtu, 5 Oktober 2024 - 18:31 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketua Umum PWI, Hendry Ch Bangun (dok PWI Pusat)

Ketua Umum PWI, Hendry Ch Bangun (dok PWI Pusat)

Oleh:Hendry Ch Bangun
Ketua Umum PWI Pusat 2023-2028

Kadang saya berfikir adakah hubungan antara kesalehan beragama dan kesalehan sosial? Semestinya ada dan jelas tetapi tampaknya itu sering sebatas angan-angan saja.
Pengalaman hidup, bergaul, berorganisasi menunjukkan orang yang tampaknya religius, taat beribadah, sudah pergi ke Mekah di musim haji, bahkan membangun masjid, tidak menjadi jaminan bahwa dia akan hidup lurus sesuai tuntunan agama. Ilmunya yang tinggi tidak menjamin dia akan beradab.

Bahkan bisa jadi, merasa kaya dan berada membuat dia merendahkan kehidupan ekonomi orang lain. Dia lupa bahwa kekayaan bisa lenyap seketika. Dan ketika nanti nyawanya dicabut, kekayaan sebesar apapun akan dia tinggalkan. Temannya hanya kain kafan dan tanah ukuran 1,5 meter kali 2 meter. Tidak lebih.

Saat diantar ke kuburan, hilang semua kemegahan yang dipuja-pujanya. Hilang semua kekuasaan yang dia agung-agungkan untuk merendahkan orang lain. Oleh karena itu ada nasihat, kalau umur sudah lebih 60 tahun, banyaklah bertobat, sebelum terlambat.

Cari lah orang-orang yang pernah Anda sakiti dengan perkataan dan perbuatan, untuk melapangkan jalan. Jangan sampai terantuk-antuk bahkan ditarik ketika amalnya dihitung karena orang yang kita sakiti memohon kepada Allah agar semua pahala dan amal baiknya diberikan kepadanya. Istilahnya, menjadi orang yang merugi di akhirat kelak. Merasa beramal bergunung-gunung, ternyata kerap menganiaya, memfitnah, dan menjelek-jelekkan orang lain.

Orang yang pernah bersujud di Masjidil Haram, menangis di depan Kabah pastilah faham betapa kita ini hanya secuil di hadapan Allah Yang Maha Agung. Tidak ada apa-apanya. Kemegahan, kekayaan, popularitas, hanya perhiasan saja, yang bisa hilang kapanpun. Tidak patut kita merasa hebat, paling benar, dan itu terakumulasi di ibadah haji. Kecuali kalau berhajinya hanya untuk riya. Pamer agar dikagumi orang lain. Pergi tobat pulang kumat.

Jadi saya kerap heran, kok bisa ya, si anu tidak tercermin tindakan dan perilakunya, dengan atribut yang dimilikinya. Ada dua sisi kepribadian yang bertolak belakang. ***

Orang saleh biasanya hati-hati dalam melabel seseorang karena kalau salah bisa menjadi fitnah. Fitnah itu menurut Islam, lebih kejam dari pembunuhan. Orang pasti ingat bahwa kata-kata itu disampaikan di pidato Jenderal AH Nasution tahun 1965 saat melepas pemakaman jenderal dan perwira TNI yang akan dikuburkan di Taman Makam Pahlawan, karena dibantai pemberontak G 30 S PKI yang ingin merebut kekuasaan.

Fitnah itu bagai memakan bangkai saudara sendiri. Luar biasa kejamnya. Profesi wartawan yang dianggap mulia, sudah diajari untuk konfirmasi, cek dan ricek, tabayun, sebelum menuduh seseorang. Menyebut saya koruptor? Kapan pengadilan memvonis saya korupsi? Melabel saya cash back? Anda tahu aturan tertulis yang ada di PWI? Anda tahu mekanisme check and balances di PWI. Tanyalah soal hasil rapat di PWI yang ada notulennya. Pelajari sebelum memberi label.

Baca Juga :  Fenomena Lawan Kotak Kosong, Mengembalikan "Wani Piro" ke Pangkuan Elit

Maka kalau sampai ada wartawan senior, bahkan lama menduduki jabatan dewan kehormatan, melakukan fitnah, entah sebesar apa kesalahannya. Kita bicara dunia, kalau akhirat ya urusan Allah Yang Maha Tahu. Kasihan kalau nanti ajal datang, orang yang difitnah belum memaafkan.

Jangan sampai rasa benci membuat Anda mengesampingkan kebenaran. Di kode etik jurnalistik itu disebut uji informasi. Atau juga independen, sesuai hati nurani, tanpa campur tangan apapun. Tanpa kepentingan apapun. Masak nggak tahu. Katanya senior…

Saya terheran-heran dengan kebohongan yang dianggap benar dan terus didengung-dengungkan dalam keributan di PWI saat ini. Menyebut sebagai rapat pleno sebuah pertemuan yang hanya dihadiri segelintir orang dan beberapa di antaranya bahkan bukan lagi pengurus sesuai Susunan Pengurus PWI Pusat yang disahkan SK Kemenkumham dengan AHU-0000946.01.08. Tahun 2024 tanggal 9 Juli.

Kalau dihitung jumlah peserta rapat pleno PWI Pusat 76 orang, rapat bisa diadakan kalau yang hadir 2/3 yaitu 51 orang. Kalau tidak korum, ditunggu 2 x 15 menit, maka rapat bisa diadakan kalau diikuti setidaknya 1/3 orang. Yaitu 26 orang. Jadi ketika rapat hanya diikuti 9 orang pengurus sah sebab 4 lainnya sudah dipecat apakah itu korum. Ya tidak. Rapat batal. Masak iya lalu dianggap sah dan menetapkan Zulmansyah menjadi Plt Ketua Umum? Kebohongan apa yang telah kalian ciptakan dan dianggap sebagai kebenaran. Setan apa yang merasuki kalian? Orang pintar jadi ikut bodoh. Siapa dia, carilah sendiri.

Begitu pula sebelumnya ketika Dewan Kehormatan memberikan sanksi pemberhentian kepada saya selaku Ketua Umum PWI Pusat. Yang tanda tangan Sasongko Tedjo sebagai ketua, sementara sekretaris ditulis Nurcholis Basyari yang tidak lagi menjadi pengurus sebagai Susunan Pengurus PWI Pusat yang aktenya disahkan SK Kemenkumham dengan AHU-0000946.01.08. Tahun 2024 tanggal 9 Juli 2024. Jelas Sekretaris Dewan Kehormatan adalah Tatang Suherman, kok bisa-bisanya orang yang tidak lagi menjabat dianggap sah. Gugat lah AHU itu ke PTUN kalau mau tetap berpegang pada susunan pengurus lama. Bukan hantam kromo seperti orang tidak tahu berorganisasi.

Sama halnya dengan Kongres Luar Biasa yang kemudian aktanya menyebutkan KLB didukung 20 provinsi termasuk PWI Sumatera Utara, PWI Sumatera Selatan, PWI Kalimantan Timur, dan PWI Kalimantan Utara. Apakah di Kongres PWI Bandung tahun 2023, PWI Jawa Timur, PWI Riau, PWI DKI Jakarta, suaranya diwakili Ketua Dewan Kehormatan? Ya nggaklah. Pemilik suara adalah Ketua PWI. Jadi, luar biasa bohongnya apa yang ditulis di akta.

Baca Juga :  Problematik Hukum, Mundur atau Tidak Caleg Terpilih 2024 Jika Mencalonkan di Pilkada

Begitu pula sejumlah nama yang asal comot dan dimasukkan ke dalam susunan kepengurusan tanpa konfirmasi, klaim semaunya? Banyak pengurus PWI Pusat Hasil Kongres 2023, mati ketawa melihat namanya dimasukkan. Kalau mau berorganisasi dengan benar, janganlah berbohong. Tanya satu persatu. Tapi kalau sudah berbiasa bohong, mungkin anggap ini biasa. Kalau saya sih melihat dengan jijik. Menghalalkan segala cara. Kasihan PWI nanti rusak gara-gara nafsu. ***

Kalau ingin menjadi Ketua Umum PWI, adakan Kongres Luar Biasa yang sah. Silakan kumpulkan dukungan setidaknya 26 provinsi yang sah untuk mengikuti KLB sesuai PD PRT PWI. Dengan dukungan besaran uang yang dipertontonkan di KLB kemarin—KLB yang gagal—bisa jadi Anda para penggagas KLB, akan berhasil. (Meski konon bandar sudah marah karena dikira gampang tetapi ternyata sampai saat ini sasaran merebut kursi Ketua Umum PWI Pusat belum berhasil he..he..he).

Uang memang penting, bisa membeli orang-orang yang sudah terbiasa bermain uang, orang yang mudah tergoda, tetapi dari pengalaman, uang saja tidak cukup. Di PWI Sebagian besar Ketua PWI Provinsi adalah orang berintegritas, setia pada organisasi dan taat pada PD PRT. Untuk bisa merebut suara, merayu agar terpilih menjadi Ketua Umum PWI Pusat, Anda harus kompeten dan diakui kinerjanya. Tunjukkan dulu prestasi, jangan hanya program ramai-ramai nonton sepakbola, studi banding, jalan-jalan, tapi buatlah pendidikan dan pelatihan yang bermutu. Adakan kegiatan yang berkualitas. Tidak ada jalan pintas. Pantaskan lah diri untuk menjadi Ketua Umum PWI Pusat, kira-kira begitu kata motivator kenamaan.

Saya sih Ikhlas saja. Kalau ditakdirkan berhenti, saya stop saja jadi Ketua Umum PWI Pusat meski baru setahun menjabat. Yang penting, sosok PWI saat ini sudah berbeda dengan tahun-tahun lalu. Para pengurus PWI Provinsi sudah melihat hasil kerja Pengurus PWI Pusat, mereka pun menikmati legitimasi yang tinggi di mata kepala daerah.

Kinerja PWI sudah tampak sehingga organisasi tetangga pun menjadi iri dan ikut-ikutan PWI ingin hancur dan terpuruk. Lucu sekali meski bikin prihatin. Tapi itulah hidup. Kita pasrahkan saja kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt yang sudah menggariskan takdir bagi manusia.

Wallahu a’lam bhisawab.
Ciputat 5 Oktober 2024.

 

Berita Terkait

Tidak Benar MK Menolak Gugatan Helmi-Mian & Elva-Rizal dalam Putusan MK No 129/PUU-XXII/2024
Perbawaslu 9/2024 Perkuat Penanganan Pelanggaran
Fenomena Lawan Kotak Kosong, Mengembalikan “Wani Piro” ke Pangkuan Elit
Problematik Hukum, Mundur atau Tidak Caleg Terpilih 2024 Jika Mencalonkan di Pilkada

Berita Terkait

Selasa, 12 November 2024 - 13:08 WIB

Pemkab Kepahiang Terima DBH Sawit Rp10,9 Miliar

Senin, 11 November 2024 - 13:42 WIB

Bupati Kalungkan Syal Batik Diwo Sambut Kunjungan Kajati Bengkulu

Senin, 11 November 2024 - 13:33 WIB

Kades dan Lurah Harus Aktif Laporkan Adminduk dan Rupa Bumi

Senin, 11 November 2024 - 13:26 WIB

Musim Penghujan, BPBD Imbau Warga Waspada Bencana Hidrologi

Minggu, 10 November 2024 - 13:04 WIB

Pemkab Kepahiang Antisipasi Ancaman Keamanan Non Militer

Minggu, 10 November 2024 - 12:01 WIB

Bidang Pemerintahan, Siap Cairkan Dana Kelurahan

Sabtu, 9 November 2024 - 16:12 WIB

Disnsos Usulakan Penyaluran Bansos Berbasis Kearifan Lokal

Jumat, 8 November 2024 - 16:07 WIB

Sekda Minta Sektor Kelapa Sawit di Kepahiang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

Berita Terbaru

Bisnis

SeaBank jadi Bank Digital Pilihan Gen Z Indonesia

Sabtu, 16 Nov 2024 - 13:56 WIB

Petugas dari Perpusnas berfoto bersama di Perpustakaan Kepahiang, saat Kunjungan Perpusnas ke Perpustakaan Kepahiang,

Hukum

Kunjungi Perpus Kepahiang, Perpusnas Bahas TPBIS

Kamis, 14 Nov 2024 - 12:25 WIB

Kabid Pendapatan BKD Kepahiang, Amarullah Mutaqin

Bisnis

Pemkab Kepahiang Terima DBH Sawit Rp10,9 Miliar

Selasa, 12 Nov 2024 - 13:08 WIB

Personel Satgas Yonif 512/QY saat mendengarkan keluhan warga desa

Nusantara

Satgas Yonif 512/QY Tampung Keluhan Warga Soal Air Bersih

Selasa, 12 Nov 2024 - 11:18 WIB