Berdasarkan keterangan Tersangka berinisial BY (Pengendali), diketahui bahwa mesin cetak pil tersebut dibeli pada tahun 2016 dan 2019 seharga Rp 80 juta s.d. Rp 120 juta, sedangkan untuk mesin mixer (pengaduk) dibeli pada tahun 2016 seharga Rp 17,5 juta. Semua mesin-mesin tersebut dibeli secara langsung kepada seseorang yang berinisial IS. BY yang juga merupakan pemilik rumah mewah tersebut merupakan seorang narapidana kasus narkotika yang tengah mendekam di penjara sejak Tahun 2023 lalu. Sejak Bulan Juli tahun 2024 sampai saat ini, JF (sebagai koki/pemasak sudah mencetak Narkotika Gol.I jenis PCC sebanyak 6.900.000 butir.
Dari awal penemuan BB 960.000 butir PCC, total keseluruhan barang bukti pil PCC, baik yang ada di rumah produksi (TKP) maupun yang akan didistribusikan berjumlah 971.000 butir, untuk harga pasaran pil PCC perbutirnya yaitu seharga Rp.150.000 bila dikalikan dengan jumlah BB saat ini maka akan bernilai Rp. 145,650,000,000 (seratus empat puluh lima Milyar enam ratus lima puluh juta rupiah). Selain itu juga ada beberapa Barang Bukti berupa obat-obatan jenis Tramadol dalam bentuk serbuk dengan berat 75.000 gram, dengan berat tersebut bila diolah akan menjadi 1,5 juta tablet, sementara untuk harga Tramadol perbutirnya yaitu seharga Rp. 10.000, sehingga jika dikalikan dengan jumlah BB saat ini maka akan bernilai Rp. 15.000.000.000 (lima belas milyar rupiah) dan obat-obatan Trihexphenidyl sebanyak 2.729.500 butir, untuk harga pasaran perbutirnya yaitu seharga Rp. 2.000, jika dikalikan dengan jumlah BB saat ini maka akan bernilai Rp. 5,459,000,000 (lima milyar empat ratus lima puluh sembilan juta rupiah). Adapun barang bukti obat-obatan diluar dari PCC (Narkotika Gol.I) yang ditemukan di lokasi produksi akan dilakukan serah terima kepada BPOM.
Dengan pengungkapan kasus clandestine laboratory di Serang, Banten yang memproduksi PCC sebanyak 971.000 pil tersebut, BNN dapat menyelamatkan 971.000 anak bangsa dari potensi penyalahgunaan narkotika.
Ancaman Hukuman
Para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) subsider Pasal 113 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) lebih subsider Pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Pengungkapan kasus penemuan clandestine laboratory ini merupakan bagian dari upaya BNN dalam memberantas peredaran gelap narkotika dan melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika terutama di daerah yang memiliki posisi geostrategis sebagai lintasan perdagangan nasional maupun internasional serta berpotensi sebagai lokasi aglomerasi perekonomian dan pemukiman.
BNN terus mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan sosial agar tetap aman dan terhindar dari penyalahgunaan serta peredaran gelap narkotika dan obat-obatan berbahaya demi mewujudkan Indonesia Bersinar, Bersih Narkoba.(*)
Penulis : Andreas
Editor : Tiwi Supiah
Sumber Berita : Siaran Pers Biro Humas dan Protokol BNN RI
Halaman : 1 2