Oleh:
YUSLIADI.Y, S.P
(Wakil Presma BEM Unib 2007-2008)
PERLU diketahui bahwa secara faktual pasangan gubernur dan wakil gubernur menjabat selama 5 tahun atau 60 bulan sejak dilantik pada 20 Februari 2025, artinya 100 hari kerjanya adalah tanggal 31 Mei 2025.
Periode 100 hari kerja kepala daerah adalah suatu kerangka waktu simbolis yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi langkah awal dan prioritas program kepala daerah (gubernur, bupati, atau walikota) setelah dilantik. Dalam hukum positif Indonesia, tidak terdapat satu pun ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maupun regulasi turunannya yang menyebut atau mewajibkan evaluasi kinerja kepala daerah dalam jangka waktu 100 hari kerja.
Penilaian terhadap kepala daerah berdasarkan 100 hari kerja bersifat politis, bukan yuridis normatif. Artinya, evaluasi ini tidak mengikat secara hukum dan tidak memengaruhi legitimasi atau keberlanjutan masa jabatan kepala daerah.
Sebelum melaksanakan kebijakan anggaran dalam APBD, kepala daerah baru, sudah dapat melaksanakan kebijakan politik dalam bentuk berkorespondensi ke banyak instansi atau pihak terkait mengenai apapun yang berkaitan dengan hajat publik, termasuk pendangkalan pelabuhan, distribusi BBM ke Pertamina, BPJS gratis, Instruksi pejabat Pemprov angkat anak yatim, ambulance, larangan pungutan biaya sekolah, itu semua adalah kebijakan politik gubernur selaku kepala daerah dan itu berlaku dan diterima yang selanjutnya ditindaklanjuti.
Sedangkan kebijakan anggaran gubernur, baru akan bernilai ketika APBD yang memuat belanja fisik memuat infrastruktur dan belanja non fisik termasuk belanja sosial telah disetujui dan disahkan legislatif sebagai acuan penilaian untuk dievaluasi progres belanjanya di masa sidang berikutnya.
Menanggapi raport Gubernur, Helmi Hasan versi mahasiswa, bagaimana jalan ceritanya belanja saja belum sudah keluar surat tagihan hutang sebagai rupa kebijakan anggaran.
Sementara untuk kebijakan politik terkait masalah pendangkalan alur, cerita gubernur sudah memfungsikan kebijakan politiknya dengan mengeluarkan surat tertanggal 29 Maret 2025 yang isinya pemberitahuan ke Pelindo, Perhubungan dan Pertamina bahwa Bengkulu dalam keadaan darurat pelabuhan, sehingga berpotensi menghambat jalur distribusi BBM ke Bengkulu via laut dan menghambat mobilitas barang dan jasa dari Bengkulu ke Pulau Enggano apabila keadaan pelabuhan tidak segera secepatnya dikeruk.
Dalam hal kondisi darurat bahwa kapal BBM tidak bisa menyalurkan BBM ke Bengkulu, gubernur telah melakukan korespondensi ke Pertamina dengan Surat Bernomor : B 500.10/558/ESDM/2025 Tanggal 26 Mei 2025. Surat itu meminta Pertamina melakukan langkah strategis pada masa darurat. Menanggapi surat itu, Pertamina menerbitkan surat bertanggal 27 Mei 2025 nomor surat : 091/PND535000/2025-S3 yang dalam pokoknya turut serta memulihkan kondusifitas penyaluran BBM di Bengkulu.
Sehingga raport yang disampaikan mahasiswa di depan umum pada saat demonstrasi tersebut perlu untuk bedah metodologi ilmiahnya, sehingga raport tersebutpun menjadi layak dikonsumsi publik.(*)
Editor : Tiwi Supiah